Jumat, 30 Oktober 2015

ATONIA UTERI



ATONIA UTERI
Disusun oleh :
Nama   : Tis’i Niswati
Nim     : 061.01.01.14
Kelas   : B
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kegawatdaruratan ”Asuhan Persalinan Dan Bayi Baru Lahir”
Dosen  : Moudy E.U Djami, MKM.,M,Keb
AKADEMI KEBIDANAN BINA HUSADA TANGERANG
TAHUN 2015

1.      Definisi
Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana miometrium tidak dapat berkonteraksi dan jika ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. Pada kehamilan cukup bulan aliran darah ke uterus sebanyak 500-800 cc/menit. Jika uterus tidak berkontraksi dengan segera setelah kelahiran plasenta, maka ibu dapat mengalami pendarahan sekitar 350-500 cc/menit dari bekas tempat melekatnya plasenta. Bila uterus berkonteraksi maka miometrium akan menjepit pembuluh darah yang menyusup diantara miometrium.
Seorang ibu dapat meninggal karena perdarahan pascapersalinan dalam waktu kurang dari 1 jam. Atonia uteri penyebab lebih dari 90% perdarahan pascapersalinan yang terjadi dalam 24 jam setelah kelahiran bayi (ripley, 1999). Sebagaian besar kematian ibu akibat perdarahan pascapersalinan terjadi pada beberapa jam pertama setelah kelahiran bayi (li, et al, 1996). Karena alasan ini, penatalaksanaan persalinan kala III sesuai standar dan penerapan manajemen aktif kala III merupakan cara terbaik dan sangat penting untuk mengurangi kematian ibu. (JNPK-KR, 2012) [7]


2.      Kasus penelitian
Adapun penelitian tentang atonia uteri: Perdarahan postpartum (PPH) merupakan penyebab penting dari kematian ibu (MM) di seluruh dunia. 70 % dari PPH sesuai dengan atonia uteri. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, 10,5% dari kelahiran hidup yang rumit dengan PPH, dan laporan dari tahun 2000 menunjukkan bahwa perempuan menderita 13.795.000 akuntansi PPH untuk 13.200 kematian ibu. [2]
Diperkirakan bahwa 99% kematian ibu di dunia terjadi di Afrika, Asia, dan Amerika Latin, dan PPH merupakan penyebab 1/4 sampai 1/3 dari kematian ini. Risiko kematian ibu dari PPH lebih rendah di negara-negara maju (1: 100.000 kelahiran di Inggris) dibandingkan dengan negara-negara berkembang (1: 16-1: 1.000 kelahiran). Tujuh puluh persen dari PPH sesuai dengan atonia uteri, dan penyebab lain dari PPH termasuk mempertahankan jaringan plasenta, trauma saluran genital, dan gangguan koagulasi yang dapat menyajikan faktor [3] sebagai unik atau berkontribusi. Selain itu, dampak dari PPH lebih besar pada hasil kehamilan ketika menganalisis morbiditas ibu ketika mempertimbangkan 90% dari pasien yang menderita PPH dan selamat. Pasien-pasien ini memerlukan perawatan yang sangat khusus dan mahal selama pengiriman dan postpartum fase [4].

Tujuan : kohort pengiriman vagina dan pasien operasi caesar dengan perdarahan postpartum berat sekunder atonia uteri. Penelitian ini dirancang sebagai penelitian deskriptif, calon, membujur, dan multicenter, selama 10 bulan di 13 rumah sakit pendidikan. Hasil Jumlah kelahiran hidup selama masa studi yang 124.019 dengan 218 pasien (0,17%) dengan perdarahan postpartum berat (SPHH). Untuk jumlah tingkat kematian 3,6% dan tingkat MM dari 6,45 / 100.000 kelahiran hidup (LB). Kematian ibu yang berhubungan dengan terapi transfusi yang tidak memadai.

Kesimpulan : Pada semua pasien dengan perdarahan berat dan syok hipovolemik berikutnya, terapi yang paling penting adalah resusitasi volume intravaskular, untuk mengurangi kemungkinan kerusakan organ target dan kematian. Demikian pula, proposal saat terapi transfusi di titik perdarahan berat atau besar untuk transfusi awal produk darah dan penggunaan plasma beku segar, selain dikemas sel darah merah, untuk mencegah kematian ibu. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat keparahan perdarahan postpartum antara karateristik perempuan dan pengiriman mereka, komponen manajemen perdarahan postpartum awal, dan karateristik organisasi unit persalinan.

Metode : study kohort berbasis populasi ini termaksud wanita dengan perdarahan postpartum karena atonia uteri setelah persalinan pervaginam di 106 rumah sakit di perancis antara desember 2004 dan november 2006 ( N = 4,550). Parah perdarahan postpartum disefinisikan oleh perubahan peripartum hemoglobin dari 4 gram/dL atau lebih. Sebuah model logistik multivariabel digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor independen terkaid dengan keparahan perdarahan postpartum.

Hasil : berat perdarhan postpartum terjadi pada 952 wanita (20,9 %). Pada wanita dengan perdarahn postpartum, faktor independen terkait dengan keparahan adalah:
a.       Primipara
b.      Perdarahan
c.       postpartum sebelumnya
d.      seasar
e.       pematangan serviks
f.       persalinan lama
g.      episiotomi
h.      menunda dalam perawatan awal untuk perdarahan postpartum
adapun tingkat keparahan yaitu administrasi oksitosin lebih dari 10 menit setelah diagnosis perdarahan postpartum. (10-20 menit setelah proporsi dengan postpartum berat perdarahan 24,6 % dibandingkan dengan 20,5% disesuaikan OR 1,38, 95 % Cl 1,03-1,85 lebih dari 20 menit setelah 31,8% dibandingkan dnegan 20,5% disesuaikan OR 1,86, Cl 1,45-2,38 :2) pemeriksaan manual dari rongga rahim lebih dari 20 menit setelah (proporsi dengan perdarahan postpartum berat 28,2% dibandingkan 20,7% disesuaikan OR 1,83, 95% Cl 1,42-2,35) :3) meminta bantuan tambahan lebih dari 10 menit setelah (proporsi dengan postpartum berat perdarahan 29,8% dibandingkan 24,8%, disesuaikan OR 1,61, 95% CI 1,23-2,12 untuk dokter kandungan, dan 35,1% dibandingkan dengan 29,9%, disesuaikan OR 1.51, 95 % CI 1,14-2,00 untuk ahli anestesi); 4) dan pengiriman di rumah sakit non-universitas negeri. Analgesik epidural ditemukan menjadi faktor protektif terhadap kehilangan darah yang parah pada wanita dengan perdarahan postpartum.

Metodologi
Penelitian dilakukan oleh anggota Komite Penelitian dari American Federation Pusat Asosiasi dan Masyarakat Obstetri dan Ginekologi (Comin-FECASOG) bekerjasama dengan dokter kandungan internasional dan asli Spanyol berbicara peneliti (LR). Studi inni melibatkan 13 lembaga yang berpartisipasi dari 6 negara, 1mei 2011 – 29 februari 2012 yaitu :
a.       Guatemala : Rumah Sakit Umum San Juan de Dios, Rumah Sakit Roosevelt
b.      Honduras : Rumah Sakit Escuela, Instituto de HondureƱo Seguridad Sosial,
c.       El Salvador : Rumah Sakit Nacional de Maternidad, dan Rumah Sakit de San Miguel, Rumah Sakit San Rafael, Rumah Sakit Primero de Mayo
d.      Nikaragua : Rumah Sakit Berta Calderon Roque, Rumah Sakit Dr. Oscar Danilo Rosales
e.       Kosta Rika : Rumah Sakit Mexico, Rumah Sakit de las Mujeres
f.       Panama : Complejo hospitalario de la Caja de Seguro Sosial
g.      kasus

Kasus PPH diklasifikasikan menurut Benedetti oleh tingkat hemodinamik kompromi (1) sebagai berikut :
1.      kelas I (kehilangan darah <15%, tanpa tanda-tanda atau gejala hemodinamik)
2.      grade kehilangan II (volume darah dari 20 -25%, disertai takikardia, takipnea, dan hipotensi)
3.      grade kehilangan III (volume darah 30-35%, ketika tanda-tanda sebelumnya ditambahkan ekstremitas dingin dan / atau oliguria)
4.      grade IV (darah penyusutan volume ≥40% dan memiliki segala sesuatu yang dijelaskan sebelumnya ditambah diubah sensorik.
Table dalam penelitian ini adalah pasien dengan atonia uteri kehilangan darah lebih dari 20% dari volume darah. Informasi tentang setiap pasien dicatat dan ditampilkan pada Tabel 1.



Tabel 2: Distribusi perdarahan postpartum berat (atonia uteri) oleh negara.

Negara
Kasus PPH
%  Dari SPPH
kelahiran hidup
PPH per 1000 kelahiran hidup
Guatemala
29 (13,3%)
34.200
0,85
Honduras
79 (36,2%)
18.892
4,18
El Salvador
55 (25,2%)
36.774
1,49
Nikaragua
36 (16,5%)
20.870
1,72
Kosta Rika
8 (3,6%)
8.700
0.92
Panama
11 (5.0%)
4583
2,40
Total
218 (100%)
124,019
1.75

Kesimpulan

Perdarahan obstetri tetap menjadi penyebab utama morbiditas dan kematian ibu. Persentase tertinggi kematian ibu terjadi pada periode postpartum langsung. Sekitar 75% dari perdarahan postpartum sekunder atonia uteri. Populasi pasien dalam penelitian kami memiliki tingkat yang lebih rendah perdarahan sekunder atonia uteri, dengan 0,17% dari semua kelahiran, bila dibandingkan dengan publikasi lainnya, seperti yang dilaporkan oleh kelompok Perancis, di mana pasien dievaluasi dari 106 rumah sakit, menunjukkan persentase yang lebih tinggi dari berat perdarahan postpartum (sekunder atonia uteri), 0,65% [5].
Di Inggris, tingkat PPH ditemukan 6,7 / 1000 LB [12, 13]. Low et al. di Honduras melaporkan 15% dari PPH kelahiran di daerah pusat pedesaan [6]. Di skotlandia, laju perdarahan parah diperkirakan 3,7/1000 LB [7], lebih tinggi dari yang dilaporkan dalam populasi penelitian kami.

Beberapa studi telah mengidentifikasi beberapa faktor risiko untuk atonia uteri seperti :
a.       Polihidramnion
b.      makrosomia janin
c.       kehamilan kembar
d.      penggunaan inhibitor rahim
e.       riwayat atonia uteri
f.       multiparitas, atau persalinan lama

3.      penatalaksanaan atonia uteri
jika uterus tidak segera berkonteraksi dalam 15 menit setelah dilakukan rangsangan taktil (massase) fundus uteri maka patut di duga telah terjadi atonia uteri :
1.      segera lakukan kompresi bimanual internal
a.       pakai sarung tangan steril, kemudian secara hati-hati memasukan satu tangan secara obstetrik (menyatukan kelima hujung jari) melalui introitus ke dalam vagina.
b.      Periksa vagina dan serviks. Jika ada bekuan darah pada kavum uteri maka segera keluarkan karena kondisi ini dapat menyebabkan uterus tidak dapat berkonteraksi dengan efektif.
c.       Setelah melewati introitus dan berada di dalam vagina maka kepalkan tangan dalam dan tempatnya pada forniks anterior. Dengan dataran jari-jari tangan dalam, tekan dinding anterior segmen bawah ke arah tangan luar yang sedang mendorong dinding posterior uterus ke arah depan sehingga uterus dijepit dari arah depan dan belakang.
d.      Aplikasikan tekanan yang kuat pada uterus kedua tangan. Kompresi ini memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah yang berjalan diantara miometrium dan juga merangsang miometrium untuk segera berkonteraksi.
e.       Evaluasi kebersihan
1.      Jika uterus berkonteraksi dan perdarahan berkurang, teruskan melakukan kompresi bimanual internal selama 2 menit, kemudian perlahan-lahan keluarkan tangan  dan pantau ibu secara melekat selama kala IV.
2.      Jika uterus berkonteraksi tapi perdarahan masih berlangsung, periksa ulang perinium, vagina dan serviks apakah terjadi laserasi. Jika demikian, segera lakukan penjahitan untuk menghentikan perdarahan.
3.      Jika uterus tidak berkonteraksi dalam waktu 5 menit, ajarkan keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksternal, kemudian lakukan langkah-langkah penatalaksanaan atonia uteri selanjutnya.
Jika penolong bekerja secara berkelompok maka tidak perlu dilakukan tindakan kompresi bimanual eksternal karena penolong dapat melanjutkan kompresi bimanual internal dan petugas lain diminta untuk merangsang infus. Minta keluarga untuk mulai menyiapkan rujukan.
Alasannya : atonia uteri seringkali bisa diatasi dengan kompresi bimanual internal, jika KBI tidak berhasil dalam waktu 5 menit maka diperlukan berbagai upaya lainnya.
2.      Berikan 0,2 mg ergometrium IM atau misoprostol 600 mcg per rektal. Jangan berikan ergometrium kepada ibu dengan hipertensi karena egometrium dapat menaikan tekanan darah.
3.      Gunakan jarum ,berdiameter besar (ukuran 16 atau 18), pasang infus larutan kristaloid untuk restorasi cairan secara cepat dan berikan aksitosin 20 I.U . dalam 500 cc laruta ringer laktat dengan kecepatan 30 tetes/menit
4.      Pakai sarung tangan steril kemudian ulangi KBI
Alasan : KBI dengan egometrium dan oksitosin akan membantu uterus berkonteraksi.
5.      Jika uterus tidak berkonteraksi dalam waktu 1 sampai 2 menit, segera rujuk ibu karena hal ini bukan atonia uteri sederhana. Ibu membutuhkan tindakan gawatdarurat di fasilitas kesehatan rujukan yang mampu melakukan tindakan operasi dan tranfusi darah.
6.      Sambil membawa ibu ke tempat rujukan, teruskan pemberian infus dan uterotonika, juga KBI/KBE/kompresi aorta/tampon kondom-kateter hingga ibu mencapai rujukan.
a.       Jika ibu pre-syok, ganti cairan darah yang hilang dengan kristaloid 1000ml dalam 15 menit pertama. Jika syok, berikan kristaloid 1500-2000 ml dalam 15 menit pertama.
b.      Berikan tambahan 750-1500 ml ( tergantung kondisi ibu) dalam 30-45 menit berikutnya. Jika setelah itu ternyata belum sampai di tempat rujukan maka lanjutkan dengan jumlah yang sama untuk 45-60 menit berikutnya
c.       Pemberian cairan restorasi pada jam kedua dan selanjutnya harus dikombinasi dengan koloid dengan perbandingan 3:1. Jika konsentrasi hemoglobin darah ibu berada dibawah 6 g% maka ibu memerlukan tambahan transfusi darah.

Description: C:\Users\agusgendut\AppData\Local\Microsoft\Windows\INetCache\Content.Word\kompresi bimanual.jpg
Gambar 1 : kompresi bimanual internal

Kompresi bimanual eksternal
1.      Letakan salah satu tangan didinding abdomen, di dinding depan korpus uteri dan di atas simfisis pubis
2.      Letakan tangan lain pada dinding abdomen dan dinding belakang korpus uteri, sejajar dengan dinding depan korpus uteri. Usahakan untuk mencakup/memegang bagian belakang uterus seluas mungkin
3.      Lakukan kompresi uterus dengan cara saling mendekatkan tangan depan dan belakang agar pembuluh darah di dalam anyaman miometrium dapat dijepit secara manual. Cara ini dapat mencepit pembuluh darah uterus dan membantu uterus untuk berkonteraksi.

Description: C:\Users\agusgendut\AppData\Local\Microsoft\Windows\INetCache\Content.Word\images(3).jpeg
Gambar 2 : kompresi bimanual eksternal

Kompresi aorta abdominalis
1.      Lakukan perabahan palpasi arteri femoralis yang berada pada perbotongan garis imajiner yang melalui tepi atas simfisis dan lipat paha (inguinal)
2.      Setelah ditemukan maka sisihkan uterus ke arah bawah (simfisis), kemudian tekan umbilikus dengan tangan lain yang membentuk tinju hingga mencapai dataran depan kolumna vertebralis.
3.      Jika pulsasi arteri femoralis melemah atau hingga maka kompresi aorta abdominalis berjalan efektif. Jika belum hilang maka geser permukaan jari-jari yang mencakup aorta abdominalis ke kiri atau kanan hingga pulsasi arteri femoralis terhenti dan pertahankan hingga konteraksi membaik dan perdarahan berhenti.
Description: C:\Users\agusgendut\AppData\Local\Microsoft\Windows\INetCache\Content.Word\46.png
Gambar 3 : kompresi aorta abdominalis


Referensi :
1.      T. Benedetti, “Obstetric haemorrhage,” in A Pocket Companion to Obstetrics, S. G. Gabbe, J. R. Niebyl, and J. L. Simpson, Eds., chapter 17, Churchill Livingstone, New York, NY, USA, 4th edition, 2002. View at Google Scholar
2.      M. J. Cameron and S. C. Robson, “Vital statistics: an overview,” in A Textbook of Postpartum Hemorrhage. A Comprehensive Guide to Evaluation, Management and Surgical intervention, C. B-Lynch, L. G. Keith, A. B. Lalonde, and M. Karoshi, Eds., pp. 17–34, Sapiens Publishing, 1st edition, 2006. View at Google Scholar
3.      M. Karoshi and L. Keith, “Challenges in managing postpartum hemorrhage in resource-poor countries,” Clinical Obstetrics and Gynecology, vol. 52, no. 2, pp. 285–298, 2009. View at Publisher · View at Google Scholar · View at Scopus
4.      G. Carroli, C. Cuesta, E. Abalos, and A. M. Gulmezoglu, “Epidemiology of postpartum haemorrhage: a systematic review,” Best Practice and Research: Clinical Obstetrics and Gynaecology, vol. 22, no. 6, pp. 999–1012, 2008. View at Publisher · View at Google Scholar · View at Scopus
5.      M. Driessen, M.-H. Bouvier-Colle, C. Dupont, B. Khoshnood, R.-C. Rudigoz, and C. Deneux-Tharaux, “Postpartum hemorrhage resulting from uterine atony after vaginal delivery: factors associated with severity,” Obstetrics and Gynecology, vol. 117, no. 1, pp. 21–31, 2011. View at Publisher · View at Google Scholar · View at Scopus
6.      L. K. Low, J. M. Bailey, E. Sacks, L. Medina, and H. O. L. PiƱeda, “Postpartum hemorrhage prevention: a case study in northern rural honduras,” Journal of Midwifery and Women's Health, vol. 53, no. 1, pp. e1–e6, 2008. View at Publisher · View at Google Scholar · View at Scopus
7.      V. Brace, D. Kernaghan, and G. Penney, “Learning from adverse clinical outcomes: major obstetric haemorrhage in Scotland, 2003–2005,” BJOG, vol. 114, no. 11, pp. 1388–1396, 2007. View at Publisher · View at Google Scholar · View at Scopus
8.      JNPK-KR, “Asuhan Persalinan Normal Dan Asuhan Esensial Bagi Ibu Bersalin Dan Bayi Baru Lahir Serta Penatalaksanaan Komplikasi Segera Pasca Persalinan Dan Nifas,”jaringan basional pelatihan klinik kesehatan reproduksi, tahun 2012